Pemimpin Ideal Menurut Al Qur’an

بِسْـــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

sumber google
Pemimpin ideal yang layak mendapat dukungan, digariskan Quran hanyalah pemimpin yang memiliki karakter seorang Khalifah, Imam, Malik, dan Ulil Amri. Sebab empat istilah untuk menyebut pemimpin sebagaimana termaktub dalam Quran itu, sesungguhnya merupakan pernik-pernik pesan yang ingin disampaikan Allah SWT lewat firman-Nya untuk umat manusia dalam memilih pemimpinnya.
Allah menunjukkan, bahwa masyarakat hendaknya memilih pemimpin yang berkarakter Khalifah sebagaimana dalam Surat Al-Baqoroh ayat 30 dan Shad ayat 26. Kata Khalifah dalam bentuk Mufrod (tunggal), menurut Quraish Shihab dalam buku “Membumikan Alquran” terbitan Mizan, disebut sebanyak dua kali. Sedangkan dalam bentuk jamak (plural), alquran menggunakan dua bentuk. Pertama kata khalaif yang terulang sebanyak empat kali. Dan kata Khulafa’ yang ditulis sebanyak tiga kali. Semua kata kata tersebut berakar dari kata Khulafa’ yang pada awalnya berarti “ Di belakang “.
Dari pengertian ini, kata Khalifah seringkali diartikan sebagai “ Pengganti “, karena yang menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang digantikannya, demikian tulis Quraish Shihab.
Sedangkan isi Al-Baqoroh ayat 30 yang menunjukkan tentang yang menyebut pemimpin dengan istilah Khalifah adalah:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi. Mereka berkata : ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? ”Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Adapun dalam Shad ayat 26, istilah Khalifah kembali tersebut sebagai berikut:
Hai Dawud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu Khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Berdasaran Surat Al-Baqoroh dan Surat Shad itu, Allah telah meminta umat manusia untuk memilih pemimpin dengan latar belakang yang steril dari perilaku membuat kerusakan di atas bumi, tidak menumpahkan darah, berbuat adil, dan tidak mengikuti hawa nafsu. Artinya, berdasarkan ayat ayat di atas, seorang pemimpin ideal sebaiknya adalah mereka yang memiliki sikap mental yang tersebut di atas.
KESEMPURNAAN ILMU
Bagaimanakah dengan kecerdasan intelektual, apakah ikut berperan dalam menentukan idealitas seorang pemimpin? Dalam surat yang sama, Surat Al-Baqoroh dan Surat Shaad, Allah berfirman:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama nama (benda benda) seluruhnya …. (QS. Al-Baqoroh ayat 31)
Dan kami kuatkan kerajaannya dan kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. (QS. Shad ayat 20)
Pada catatan kaki Al-Quran dan terjemahnya terbitan Mujamma’ Al Malik Fahd, Saudi Arabia, yang dimaksud hikmah di dalam surat Shaad di atas adalah kenabian, kesempurnaan ilmu, dan ketelitian amal perbuatan.
Dua ayat di atas yang masih berbicara tentang kepribadian nabi Adam dan Nabi Dawud sebagai Khalifah jelas sekali menegaskan akan kemampuan intelektualnnya. Dengan kata lain, pemimpin ideal menurut ayat-ayat ini, disamping memiliki kemampuan emosional dan sikap mental yang baik, juga harus memiliki kecerdasan intelektual yang mumpuni.
Sedangkan calon pemimpin yang layak didukung dan dipilih harus memiliki karakter Imam. Menurut Al Tabrasi dalam kitab tafsirnya, seperti dikutip Quraish Shihab, mempunyai makna yang sama dengan Khalifah. Hanya saja, kata ini di pakai untuk makna keteladanan, karena ia berasal dari sebuah kata yang mengandung arti depan. Berbeda dengan kata Khalifah yang pada awalnya berarti belakang.
Kata Imam dalam Al-Quran disebut sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda beda. Akan tetapi, kesemuanya itu bermuara pada satu makna sesuatu yang di tuju atau di teladani. Yang lebih mendekati pengertian yang sesuai dengan arti pemimpin adalah surat Al-Baqoroh ayat 124 dan Al-Furqon ayat 74 yang artinya:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : “ Sesungguhnya aku akan menjadikanmu Imam bagi seluruh manusia “. Ibrahim berkata : “ (Dan saya mohon juga) dari keturunanku “. Allah berfirman : “ Janjiku (ini) tidak mengenai orang orang yang dzalim “. (QS. Al-Baqoroh ayat 124)
Dan orang orang yang berkata : “ Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami Imam bagi orang orang yang bertaqwa. (QS. Al-Furqon ayat 74)
MEREBUT TAHTA
Dari gambaran dua ayat itu, muncul satu pemahaman bahwa seorang Imam (pemimpin) terbiasa untuk meneruskan dan mewariskan kepemimpinannya kepada anak cucu. Istilah politik mengungkapkannya dengan sebutan Monarki.
Pada surat Al-Baqoroh ayat 124, nabi Ibrahim sebagai seorang Imam (pemimpin), ingin sekali meneruskan dan mewariskan kepemimpinannya kepada anak cucu. Itu dibuktikan dengan permohonannya kepada Alllah SWT dengan kalimat “ (Dan saya mohon juga) dari keturunanku “. Surat Al-Furqon ayat 74 pun kelihatannya tidak jauh berbeda. Ayat itu berisi permohonan seseorang untuk melanggengkan kepemimpinannya kepada anak cucu dan golongannya sendiri. Hanya saja sistem monarki atau sumber dan pusat kepemimpinan yang selalu berkisar pada golongan tertentu, nampaknya diberi syarat oleh Allah dengan “ Janjiku (ini) tidak mengenai orang-orang yang dzalim “. Ungkapan ini menunjukkan, bahwa sifat dzalim atau tidak dapat berbuat adil merupakan watak yang tidak dimaui oleh Tuhan dalam melestarikan, melanggengkan dan merebut tahta kepemimpinan.
Sebenarnya masih ada lagi istilah istilah alquran yang dapat kita masukkan ke dalam pengertian pemimpin, seperti Malik dan Ulul Amri. Untuk mengeksplor dua kata diatas, dibutuhkan penelitan yang lebih mendetail.
Dengan tidak mengurangi pemikiran yang berkembang di masyarakat dan teori teori kepemimpinan yang ada, ayat ayat alquran yang kami sampaikan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, Pemimpin ideal menurut alquran adalah mereka yang memilki sikap emosional yang terkendali, sikap mental yang mapan, dan kecerdasan intelelektual yang mumpuni. Tidak berbuat kerusakan di bumi, tidak menumpahkan darah, berbuat adil, dan tidak menuruti hawa nafsu adalah ungkapan ungkapan Al-Quran dalam menjabarkan hal tersebut.
Sedangkan yang kedua, pemimpin ideal adalah seseorang yang terpilih tidak sekedar karena gen (keturunan), tetapi lebih banyak karena kemampuan diri sendiri, dan Kepemimpinan tidak dapat diturunkan kepada anak cucu.
Dari isi tiga ayat Surat Al-Baqoroh, dua ayat Surat Shad, dan satu ayat Surat Al-Furqon itu, sesungguhnya masyarakat daerah di Jawa Timur dan luar daerah lainnya secara tersurat sudah memiliki pedoman dalam memilih pemimpin masing-masing daerahnya. Sehingga calon pemimpin yang memiliki latar belakang pengrusak dalam arti sesungguhnya atau pun simbolik, berwatak dzalim, miskin rasa adil dan bijaksana, serta jauh dari siap ketaqwaannya pada Allah SWT hendaknya tidak dipilih dan didukung. Pasalnya calon pemimpin yang demikian telah dipastikan Allah akan membuat kerugian pada daerah dan masyarakat yang dipimpinnya.
Sebaliknya jika masyarakat suatu daerah itu tak mengindahkan garis demarkasi sosok pemimpin sebagaimana difirmankn Allah dalam Al-Quran, maka besiap saja pada saatnya nanti Allah akan memberikan sebuah peristiwa memperihatinkan atau tragedi, yang berfungsi sebagai sebuah peringatan Illahi akan kesalahan yang dilakukan umat manusia sebuah daerah atau negara.



2 comments:

Powered by Blogger.